Pendosa yang Merindu Surga




Hamba manapun pasti merindukan surga, sekalipun ia seorang pendosa ulung, ahli maksiat, dan manusia yang hina. Tapi fitrahnya sebagai seorang hamba pasti ingin kembali pada kampung asalnya, surga. Kelak ingin bertemu kepada RabbNya. Sekalipun ia menyadari amalannya sering kali tidak serupa dengan mimpi besarnya.

Bagaikan ingin memperoleh gaji besar tapi bekerja asal-asalan. Bagaikan mendamba seseorang, tapi tidak menyampaikan rasanya. Apa yang didapat? Hanya kata menyesal.

Sebagaimana seorang hamba yang mengaku cinta pada Rabbnya, sehingga layak disebut sebagai hamba yang dirindukan Penciptanya. Sayangnya ia  tidak menyertakan bukti yang cukup sebagai bukti cinta dan ketaatannya.

Banyak makhluk takut akan kematian, padahal itu menjadi jalan untuk bertemu Tuhannya. Ketakutan itu beralasan, salah satunya akibat amal yang dirasa belum cukup jika Allah memintanya untuk kembali berpulang ke kampung halaman.

Sebenarnya rindu, tapi jiwa itu begitu malu mengakuinya. Malu karena merasa diri masih penuh lumuran dosa. Bagaimana mungkin bertemu Pencipta Yang Maha Mulia, sedangkan diri merasa sangat hina dina.

Sekalipun kita sebagai pendosa ulung di atas bumi ini…

Sesungguhnya, Kita bukanlah penduduk bumi. Kita adalah penduduk surga. Kita tidak berasal dari bumi, tapi kita berasal dari surga.

Sebagamana Nabi Adam As lahir dan diciptakan di surga, maka nanti anak-anak Nabi Adam pun akan pulang kembali ke Surga.

Maka sebagaimana pulang kampung di dunia yang harus menyiapkan bekal dengan cukup. Seperti itulah yang pula kita lakukan untuk menyiapkan bekal ke kampung halaman, akhirat.

Carilah bekal terbaik untuk kembali ke rumah, kembali ke kampung halaman yang telah lama kita tinggalkan.

Seandainya kita menyadari bahwa dunia ini bukan rumah kita, hanya tempat singgah sementara, maka betapapun senang dan pahitnya kehidupan di dunia, tidak akan membuat kita lupa dan alpa di atas segala hal yang terjadi. Kita hanya musafir yang sedang berjalan untuk berjalan sedikit demi sedikit untuk pulang ke rumah kita yang sebenarnya.

Sekarang… 

kita pasti sedang merindukan kampung halaman di dunia. Sepanjang perjalanan pulang yang dipikirkan adalah oleh-oleh yang bisa menyenangkan hati keluarga dan sanak kerabat di rumah. Semanis itu memikirkannya. Bahkan uang di perjalanan pun rela untuk dihabiskan, asalkan yang di rumah bisa sumringah mendapatkan buah tangannya.

Lalu, persiapan apa yang tengah kita siapkan untuk kembali ke rumah yang sesungguhnya di akhirat?

Tidak ada keluarga yang meminta buah tanganmu. Hanya Tuhan, Rabbmu yang Maha Agung yang menanti amal sholeh dan keimanan dalam hatimu. Iman yang dibalut dalam ketaatan diatas rasa rindu yang tersembunyi. Itu yang dinantikan, bukan yang lain.

Lantas, sudah sanggupkah kita sebagai perantau di dunia ini untuk memenuhi bekal jika pulang ke kampung sebenarnya nanti?

Kita adalah makhluk-makhluk yang tidak berasal dari bumi, sejatinya kampung asal kita adalah surga.

Lantas mengapa kita bisa lupa dengan keabadiaannya?

Benarkan dunia yang penuh fatamorgana ini sudah membuat kita begitu terpedaya sehingga amnesia sementara dari sebuah rumah dan kampung abadi yang sungguh jauh lebih indah di sana?

Dimana segala kenikmatan di dalamnya tak bisa digambarkan. Penghuninya pun sungguh makhluk-makhluk yang memiliki kemuliaan. Saling menentramkan dan saling menyejukkan jiwa. Setiap waktunya mereka merindukan kedatangan teman-teman barunya di surga melalui kabar baik yang disampaikan oleh malaikat Izrail bila ada dari keluarga mereka yang akan berpulang.

Demi kembali dengan selamat ke kampung halaman yang abadi, maka kita harus mengikuti peta dan pedoman hidup (Al Qur’an) yang telah Allah titipkan dan turunkan melalui kekasihnya. Jangan sampai kita enggan bahkan acuh dengan peta tersebut, sampai akhirnya kita berbelok dan tersesat di perjalanan singkat ini. Jangan sampai setan mempengaruhi jalan lurus itu dan menyesatkannya.

Adalah kita bukan penduduk bumi sebab sejatinya kita penduduk surga. Di atas sini, di atas lapisan bumi ini, kita hanya sedang berjalan dan menyiapkan bekal-bekal terbaik agar kelak pantas kembali saat waktunya telah habis. Saat dimana Rabb memintamu untuk kembali ke pangkuannya. Dan saat itulah, dunia hanya tinggal cerita dan kenangan. Lalu akhirat menjadi begitu nyata di depan mata.

Semoga diperjalanan ini kita dipertemukan dengan hamba-hamba yang merindukan kampung halaman dan senantiasa menghidupkan Al Quran sebagai pedoman dan peta perjalanannya.

Wahai diri, manfaatkanlah waktu yang masih tersisa ini…

Sudah ya, jangan terlalu nyaman di sini. Ini bukan rumah kita. Ini hanya tempat singgah. Tapi manfaatkanlah waktu di rumah ini demi menyiapkan bekal agar bisa kumpul bersama kelak di rumah yang sebenarnya.


0 comments

Promo Gajian Januari 2019