Sore itu, seorang ibu dan anak kecil datang ke sebuah rumah. Rumah itu memang sederhana, tapi banyak anak-anak yang selalu datang berkunjung, karena rumah itu memiliki ruangan khusus untuk tempat mengaji di perkampungan.
Di saat matahari beberapa waktu lagi hampir terbenam, hujan turun dengan manjanya. Bahkan terbilang malu-malu. Tidak deras memang, tapi cukup mampu membuat kuyup orang-orang yang lalu lalang tanpa jas atau mantel hujan.
Meski demikian, cuaca bukanlah alasan bagi orang yang memiliki niat kuat untuk menuntut ilmu. Contohnya saja seorang gadis kecil yang datang ditemani ibunya.
Di saat kebanyakan orang lebih memilih meringkuk di balik selimut. Di saat kebanyakan orang lebih santai menyeruput teh atau kopi sembari menikmati tayangan yang ada di layar TV. Di saat kebanyakan orang asik berselancar di media sosial lewat gadget kesayangannya. Namun seorang anak, dengan semangatnya datang ke rumah tersebut untuk menuntaskan hasratnya dalam mencari ilmu agama, mengaji.
Berbekal suara yang lantang, ibu dan anak itu serempak memberi salam.
"Assalamualaikum bu guruu..."
Sontak saja, wanita yang merasa terpanggil dengan sebutan tersebut langsung beranjak dari tempatnya duduk. Berjalan cepat untuk membuka pintu lebar-lebar.
Ia tersenyum, melihat rona ceria dan semangat yang dihadirkan pada wajah gadis kecil itu. Sembari tersenyum, ia menyapa anak yang terlihat menggemaskan dengan balutas jas hujan mungilnya yang berwarna merah muda.
"Ya Allah, hebat banget sih onay, ngajinya semangat deh. Gapapa ya hujan-hujanan sayang.." Sapanya lembut sembari memperhatikan dari ujung kaki sampai kepala sang murid yang tengah berdiri di hadapannya.
"Iya bu, Onay semangat banget. Abis bangun tidur langsung minta berangkat. Padahal udah dibilang lagi hujan." Jawab ibu, yang sebenarnya adalah nenek dari perempuan cilik bernama Onay, sambil melepaskan jas hujan yang menempel di badan sang cucu.
Masih belum selesai, rupanya nenek yang disapa ibu oleh Onay melanjutkan lagi ceritanya.
"Kata dia, ngaji ayo bu. Nanti kalo gak ngaji dimarahin Allah." Sambungnya cepat, sambil mempraktekkan bagaimana mimik wajah sang cucu saat mengatakannya.
Wanita yang berdiri di ambang pintu tersebut tersenyum. Namun, jauh di dalam hatinya ia merasa haru. Sekaligus malu. Terharu karena melihat kuatnya semangat sang murid menimba ilmu. Sedangkan malu karena ia merasa semangatnya mengajar sungguh tak sebanding dengan semangat belajar anak didiknya.
Begitulah..
Terkadang, dalam hidup ini banyak hal yang sebenarnya bisa kita ambil dari kisah orang sekitar. Termasuk kisah dari seorang anak kecil.
Kita perlu belajar darinya. Dari mereka yang memiliki hati yang putih, bersih dan sangat jujur.
Belajar dari anak kecil, bisa tentang banyak hal.
Contohnya saja, saat dia amarah atau menangis lantaran berebut mainan atau boneka dengan temannya, dia hanya akan menangis sebentar. Jika pun marah tak akan berlangsung lama. Tidak berlarut-larut, tidak berhari-hari, bahkan tidak bertahun-tahun marahnya dituruti. Karena bukan ego yang dinomer satukan. Tapi rasa sayang kepada kawan, membuat hati bersihnya luluh. Tak tahan berdiam, walau hanya sebentar.
Seharusnya, bagi mereka yang mengaku dewasa, belajar dari anak kecil adalah satu hal yang patut ditiru. Tirulah bagaimana mereka tidak larut dalam amarah. Tirulah mereka agar tidak larut dalam emosi. Tirulah mereka tentang loyalitas ikatan persaudaraan, pertemanan ataupun kekerabatan.
Tirulah bagaimana mereka cepat untuk akur kembali dan melupakan apa yang telah terjadi sebelumnya. Karena memendam emosi, amarah, kekecewaan, atau kesalahan orang lain adalah kefatalan yang terlampau halus namun dapat membakar nilai sosialisi kepada sesama.
Jadi, sudahkah Anda belajar dari anak kecil?
0 comments