Anda mungkin sudah sangat tahu bahwa lidah tidak bertulang. Tapi meski tidak bertulang, justru kekuatan dan ketajamannya melebihi bagian-bagian yang memiliki tulang.
Dampaknya pun tak perlu diragukan lagi, bukan sekedar menembus kulit. Justru, sangat memungkinkan menembus hati paling dalam dan melukai hati seseorang.
Jika kita pikirkan, adanya bibir dan gigi mungkin sebagai "Penjara Lidah". Dia tidak akan keluar, sebelum melewati gigi dan bibir.
Selama kita mampu mempertahankan mulut, selama itu pula kita bisa mengendalikan Si Lidah.
Maka benarlah pepatah bahwa diam adalah emas. Sebab, betapa banyak orang celaka gara-gara lidah. Betapa banyak orang terluka karena ulah lidah manusia. Betapa banyak orang memendam perih dan duka karena kebengisan lidah dan ucapan seseorang.
Ah, celaka sekali bila kita tidak bisa menjaga lidah. Sangat rentan sekali merobek hati orang lain lantaran kata-kata yang keluar, begitu pedas dan tajam menghunus perasaan lawan bicara.
Nyatanya, dewasa ini, lidah memiliki saingan berat. Dia bernama "Ketikan".
Ketikan di era globalisasi ini, amat berpeluang menandingi ketajaman lidah. Baik ketikan yang dimuat dalam chatting, media sosial, bahkan konten di dunia maya.
Pantaslah, jika hari ini akan lahir statement baru. Ketikanmu, harimaumu.
Karena apa yang kamu ketik. Kemudian kamu kirim, posting atau sebarkan. Bisa berpotensi melukai perasaan orang lain.
Contohlah, kamu mengetik "Yummy! Lezat banget makanan eropa di restoran X ini. Makin lengkap ditemani Mom and Dad. I'm so happy! " Lalu posting dengan fotonya di status FB.
Atau contoh lainnya.
"Guys, gw minta referensinya dong mall paling seru untuk nonton! Tapi buat kalian yang miskin, please gak usah komen." Kemudian share di snap IG.
Atau contoh lainnya.
"Gue terlalu banyak baju nih, gengs! 2 Lemari sampe gak muat. Mau gue sumbangin aja deh ke orang dhuafa. Ato kalau di antara kalian ada yang gak mampu dan mau baju gue, please chat gw aja!" Lalu update di status Whats App.
Ah, tidak.
Ketikan-ketikan di atas, tidak hanya melukai saudaramu. Namun, juga merusak nilai kemanusiaanmu.
Mungkin, terlihat sepele.
Tapi percayalah, hal besar itu selalu dimulai dari hal-hal enteng. Bahkan, yang terlihat sepele di depan mata kita.
Saat kamu mengetik dan menyatakan kamu bisa menikmati makanan mewah dan super lezat di restoran elit. Boleh jadi, ada tetanggamu yang kelaparan dan mengetahui kondisimu dengan segala kelebihan lewat ketikan yang kau bagikan di sosial media.
Saat kamu mengetik dan berterus terang bahwa kamu memiliki kelebihan baik dari rupa, harta, tahta, atau jabatan dan menyebarkannya di akun sosmedmu, tidakkah kamu memikirkan betapa banyak mata yang melihatnya. Ya, melihat statusmu. Melihat ketikanmu. Dan itu membuatnya merasa menjadi orang yang tidak beruntung di dunia. Lantaran, ia membandingkannya dengan dirimu dan segala kelebihanmu.
Tak perlulah, kau ketikkan bagaimana hebatnya, bangganya, bahagianya, beruntungnya dirimu dengan segala apa yang ada di sekitarmu, jika kata-kata tersebut mengandung cerca, hina, maki, keangkuhan dan kebanggaan, namun berpeluang menumbuhkan bibit-bibit kepedihan, ketidak beruntungan, dan kekecewaan untuk saudaramu.
Sebab kamu tak pernah tahu, ada berapa pasang mata yang akan membaca ketikanmu.
Sebab kamu tak pernah tahu, ada berapa hati yang terluka karena statusmu.
Sebab kamu tak pernah tahu, ada berapa pikiran yang merasa tersudut karena untaian dan ketikanmu.
Jika tidak ingin disakiti, belajarlah untuk tidak menyakiti.
Jika tidak bisa membantu, belajarlah untuk tidak membebani. Baik membebani secara moral atau psikis.
Jika tidak bisa berbuat banyak, setidaknya belajarlah untuk berbuat sedikit.
Dan yang sedikit itu, belajarlah untuk tidak menyakiti hati saudaramu dengan ketikanmu. Dengan captionmu. Dengan statusmu.
Sebab, bukan (hanya) lidahmu, yang menjadi harimaumu. Tapi kini, ketikanmu adalah harimaumu. Baik atau buruknya, semua dimulai dari dirimu sendiri.
Maka bijaklah dalam mengetik. Apapun itu tujuannya. Karena, ketikanmu, statusmu, postinganmu.
Kelak, akan dipertanggung jawabkan di hadapan Sang Pencipta. Allah Subhanahu Wa Ta'ala.
Wallahu'alam
0 comments