"Ya Allah, enak banget sih jadi dia, bisa jalan-jalan ke luar negeri". Ujarmu, saat melihat story di akun instagram temanmu yang sedang berlibur.
"Enak ya hidup dia, kayanya makan enak mulu di restoran." Pikirmu, saat mendapati postingan temanmu yang makan di restoran mewah dan berkelas.
"Enak ya hidup dia, kayanya makan enak mulu di restoran." Pikirmu, saat mendapati postingan temanmu yang makan di restoran mewah dan berkelas.
"Enak ya jadi dia... bla bla bla"
"Beruntung ya hidupnya... bla bla bla"
Dan masih banyak perkataan dalam hati yang tak pernah terduga.
* * *
Merenung setelah melihat postingan teman di sosial media, bisa saja membuat kita mengeluh dan lupa bersyukur kepada nikmat yang Allah beri.
Lihat saja contoh di atas. Melihat teman posting ini, posting itu, kok rasanya lihat teman begitu hidupnya terasa enak terus ya? Bisa jalan-jalan ke luar negeri, bisa liburan gratis, bisa makan di restoran berkelas, dan lain sebagainya.
Sampailah kita lupa, Allah juga memberi nikmat yang begitu besar kepada kita. Walau tidak dengan jalan-jalan ke luar negeri, tapi kita bisa dimampukan melangkahkan kaki untuk silaturahim ke saudara yang jauh dan yang dekat di sisi.
Sampailah kita lupa, Allah juga sudah mentransfer rezeki yang begitu banyak kepada kita. Walau tidak dengan liburan gratis, tapi kita bisa berkumpul bersama keluarga dan bermain bersama teman-teman yang kita sayangi.
Sampailah kita lupa, Allah juga sudah hadiahkan begitu banyak karunia kepada kita. Walau tidak dengan makan di restoran berkelas, tapi kita bisa makan enak dan cukup tiga hari sekali bersama ayah ibu dan kakak di rumah. Dengan rasa nyaman dan tenang.
Sampailah kita lupa, Allah juga memberi nikmat yang begitu besar kepada kita. Walau tidak dengan jalan-jalan ke luar negeri, tapi kita bisa dimampukan melangkahkan kaki untuk silaturahim ke saudara yang jauh dan yang dekat di sisi.
Sampailah kita lupa, Allah juga sudah mentransfer rezeki yang begitu banyak kepada kita. Walau tidak dengan liburan gratis, tapi kita bisa berkumpul bersama keluarga dan bermain bersama teman-teman yang kita sayangi.
Sampailah kita lupa, Allah juga sudah hadiahkan begitu banyak karunia kepada kita. Walau tidak dengan makan di restoran berkelas, tapi kita bisa makan enak dan cukup tiga hari sekali bersama ayah ibu dan kakak di rumah. Dengan rasa nyaman dan tenang.
Sampailah kita lupa, Allah juga telah memberi nikmat yang tak pernah terputus kepada kita. Tapi kenapa kita selalu saja merasa kurang dan kurang?
Naudzubillahi min dzalik.
Boleh jadi di saat kita merasa kurang (walau sebenarnya sudah mendapat banyak kenikmatan), di luar sana ada yang harus mengais-ngais sampah demi mencari makanan sisa untuk bisa mengganjal perut, meskipun hanya cukup sesuap dua suap.
Boleh jadi di saat kita merasa kurang (walau sebenarnya sudah mendapat banyak kenikmatan), di luar sana banyak yang menangis diam-diam karena begitu rindu kepada orang tua yang jauh di desa, atau bahkan merindukan sosok ibu yang telah lebih dulu berpulang.
Boleh jadi di saat kita merasa kurang (walau sebenarnya sudah mendapat banyak kenikmatan), di luar sana banyak yang rela tinggal di dalam gerobak atau di kolong jembatan demi mencari tempat untuk bermalam, walau sebenarnya tak layak. Tapi dilakukan karena tak ada pilihan.
Boleh jadi di saat kita merasa kurang (walau sebenarnya sudah mendapat banyak kenikmatan), di luar sana banyak yang tengah berjuang hidup dengan bantuan selang, infusan, dan jarum serta alat-alat yang menempel di tubuhnya.
Hidup ini begitu keras, tapi yang sebenarnya membuat keras adalah diri kita. Akibat seringnya lupa bersyukur terhadap nikmat yang Allah beri, Allah kasihi, Allah limpahi.
Boleh jadi di saat kita merasa kurang (walau sebenarnya sudah mendapat banyak kenikmatan), di luar sana ada yang harus mengais-ngais sampah demi mencari makanan sisa untuk bisa mengganjal perut, meskipun hanya cukup sesuap dua suap.
Boleh jadi di saat kita merasa kurang (walau sebenarnya sudah mendapat banyak kenikmatan), di luar sana banyak yang menangis diam-diam karena begitu rindu kepada orang tua yang jauh di desa, atau bahkan merindukan sosok ibu yang telah lebih dulu berpulang.
Boleh jadi di saat kita merasa kurang (walau sebenarnya sudah mendapat banyak kenikmatan), di luar sana banyak yang rela tinggal di dalam gerobak atau di kolong jembatan demi mencari tempat untuk bermalam, walau sebenarnya tak layak. Tapi dilakukan karena tak ada pilihan.
Boleh jadi di saat kita merasa kurang (walau sebenarnya sudah mendapat banyak kenikmatan), di luar sana banyak yang tengah berjuang hidup dengan bantuan selang, infusan, dan jarum serta alat-alat yang menempel di tubuhnya.
Hidup ini begitu keras, tapi yang sebenarnya membuat keras adalah diri kita. Akibat seringnya lupa bersyukur terhadap nikmat yang Allah beri, Allah kasihi, Allah limpahi.
Mendongak ke atas, hanya akan membuat kita lupa terhadap karunia Tuhan.
Tapi menengok ke bawah, akan membuat kita sadar terhadap nilai kemanusiaan dan menyadari betapa besarnya karunia yang telah Allah berikan.
Bersyukurlah, terhadap apapun yang saat ini kita terima. Karena sejatinya, kita hanyalah makhluk yang tak memiliki apa-apa. Sedangkan, apa-apa yang saat ini kita miliki, sejatinya adalah titipan dari Illahi. Yang entah kapan pun Dia berhak mengambilnya kembali.
Bersyukurlah dan belajarlah membahagiakan diri sendiri untuk ridho terhadap apapun yang Allah Ta'ala beri.
Semakin sering bersyukur, semakin kita mampu untuk menutup celah kufur.
Belajarlah bersyukur.. mulai dari saat ini.. hingga nanti.
Damaikan hatimu... ucapkan rasa terima kasihmu kepada Dia yang begitu baik kepadamu.
* * *
Ya Rabb, mampukanlah lisan kami untuk selalu bersyukur atas karunia yang telah kau beri...
Ya Rabb, berikanlah kelapangan hati kami terhadap segala nikmat yang telah kau titipi...
Ya Rabb, jadikanlah kami, hambamu yang pandai mensyukuri nikmatmu..
Lakalhamdu Ya Rabb...
Lakalhamdu Ya Rabb...
0 comments