Era kekinian, seakan menjadi momok yang menakutkan bagi sebagian orang. Terutama bagi orang tua. Takut dan cemas terhadap anak-anak mereka. Sebab pada masa ini, segalanya banyak yang berganti, luntur bahkan hilang. Perubahan pun sulit dielakkan. Baik dari perubahan teknologi, pendidikan, sosial dan lainnya.
Jika pada zaman dahulu,
komunikasi hanya sebatas suara dengan menggunakan telepon. Kini, berkomunikasi
tidak hanya sebatas mendengar suara lawan bicara, bahkan kita mampu untuk
melihat rupa sang komunikan. Di samping itu, bagi generasi Milenial pasti amat
merasakan perubahan alat komunikasi. Baik dari segi bentuk, tampilan, berat,
ukuran hingga desainnya yang terus beranjak dari waktu ke waktu. Itu hanyalah
segelintir contoh perkembangan dari bidang teknologi.
Selanjutnya pendidikan, juga tak
luput dari kemajuannya. Entah perubahan dari bidang kurikulum, sistem
pengajaran, akses berjalannya pendidikan hingga media yang digunakan dalam
pembelajaran di pendidikan formal. Contoh, media yang digunakan oleh
sekolah-sekolah di masa lampau adalah papan tulis hitam dan kapur. Namun, di masa
ini media yang digunakan seminim-minimnya adalah papan tulis putih dan spidol.
Bahkan, mayoritas bangku pendidikan sekarang ini, banyak yang telah beralih
dari penggunaan papan tulis menjadi proyektor. Dari spidol menjadi laser
pointer. Mengagumkan, bukan?
Meski demikian, di era kekinian
ini, kita tidaklah bisa menafikan bahwa segala sesuatu jelas memiliki nilai
positif dan negatifnya. Segala sesuatu pasti memiliki pengaruh, walau hanya
sedikit. Antara sadar dan tidak, jika diperhatikan semua itu berimbas pada
kehidupan sosial kita. Pada lingkup pergaulan kita, keluarga, dan lingkungan
sekitar.
Jika zaman dahulu, masa kakek
nenek atau ayah ibu kita, belajar itu sudah pasti dengan dua hal. Di sekolah
dengan buku, guru dan teman. Di rumah, dengan buku catatan dan orang tua
sebagai pendamping. Era kekinian beda masanya, jika di sekolah belajar dengan
guru dan teman. Di rumah belajar dengan orang tua atau gawai. Bukan “dan” tapi
“atau”. Dengan kata lain, hampir sebagian anak lebih memilih gawai sebagai
andalannya.
Ya, andalan anak, jika
sewaktu-waktu ia menemukan hal yang kurang atau tidak ia pahami. Jika bagi
sebagian orang smartphone memberikan banyak kemudahan, begitupun bagi
seorang anak. Bahkan, karena dianggap sebagai sesuatu hal yang perlu dimiliki,
hampir setiap orang tua menghadiahkan gawai atau yang lebih akrab disebut smartphone untuk sang anak.
Mau tidak
mau, sadar tidak sadar, sang perangkat menjadi sesuatu yang begitu lekat
seperti bayangan. Selalu ada di sampingnya. Tak bisa jauh. Bila jauh pun seakan
gelisah. Ya, begitulah dampak negatif ketika seseorang anak merasa bebas dan
orang tua serta keluarganya merasa tak ada masalah apa-apa.
Menurut data, yang dikeluarkan
dengan resmi oleh Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) dari
hasil survei penetrasi dan perilaku pengguna internet di Indonesia tahun 2017,
maka pengguna internet dari kalangan anak hingga remaja, dengan usia 13-18
tahun berjumlah 16,68%. Sedangkan remaja hingga dewasa, dengan usia 19-34 tahun
berjumlah 49,52%.
Maka, jika kita berpedoman kepada
data yang ada, anak-anak era kekinian tentu begitu ‘melek’ terhadap
perkembangan internet. Tanpa diajaripun, mereka lebih cepat untuk
mempelajarinya. Apalagi, berbagai fitur di gawai baik itu games, social media,
dan aplikasi lainnya membuat setiap orang betah berlama-lama menggunakannya.
Sayangnya, tidak semua konten yang tersediaberada di koridor yang
baik dan aman. Oleh sebab itu, sudah semestinya keluarga berperan ekstra untuk
ikut terlibat dalam aspek kehidupan sang anak, terutama perihal pendidikan.
Mengapa pendidikan yang di nomor
satu kan dalam aspek kehidupan seorang anak? Sebab pendidikan adalah suatu hal
yang paling esensial dalam pembentukan karakter seseorang. Baik buruknya
karakter, mental, moral dan intelektual seorang anak dipengaruhi oleh peranan
orangtua atau keluarganya. Bukankah seorang anak lebih cepat untuk meniru
perilaku orang dewasa atau orang tuanya? Ya, tentu mereka lebih cepat tanggap
terhadap hal yang paling terdekatnya.
Inilah yang menjadi alasan
mengapa keluarga memiliki peranan fundamental? Karena keluarga memiliki posisi paling
esensial dalam lingkup pendidikan dan karakter seorang anak. Tak hanya menjadi
orang terdekat, tapi juga menjadi contoh dan teladan yang menjadi pembimbing generasi
masa kini.
Tentu, bukan perkara mudah bagi
keluarga atau para orang tua dalam mendidik anak-anak milenial saat ini.
Mengingat masa ini memiliki kondisi yang begitu kontras dibandingkan dengan
zaman dulu. Terlebih dalam bidang pendidikan. Oleh sebab itu, peranan keluarga
tentu harus diimbangi dengan strategi-strategi yang terstrukstur lagi efektif
demi tercapainya kesuksesan dalam pembentukan karakter seorang anak. Lantas,
apa sajakah bentuk pelibatan keluarga pada penyelenggaraan pendidikan di era kekinian? Berikut uraiannya.
Setiap anak sudah seharusnya
diajarkan tentang tanggung jawab oleh keluarganya, terutama oleh orang tua.
Meskipun bagi sebagian orang tua, anak tidaklah perlu dibebankan dengan hal apapun.
Nyatanya setiap anak justru harus diajarkan krusial dari rasa tanggung
jawab. Sebagai contoh, setiap orang tua mengingatkan anaknya untuk tanggung
jawab terhadap tugas sekolahnya. Baik itu tugas individu atau kelompok.
Tanggung jawab yang seperti apa? Tanggung jawab untuk mengerjakan tugas dan pekerjaan rumahnya dengan baik. Bila mampu mengerjakan sendiri maka selesaikan, namun bila kesulitan untuk memahami materi diharuskan untuk bertanya atau berdiskusi dengan keluarga. Entah kakak, ibu atau ayah.
Tanggung jawab yang seperti apa? Tanggung jawab untuk mengerjakan tugas dan pekerjaan rumahnya dengan baik. Bila mampu mengerjakan sendiri maka selesaikan, namun bila kesulitan untuk memahami materi diharuskan untuk bertanya atau berdiskusi dengan keluarga. Entah kakak, ibu atau ayah.
Setiap pelajar, tentu telah berusaha menyerap ilmu atau materi di sekolah semampu mereka. Namun tidak menutup kemungkinan materi-materi yang telah mereka peroleh sewaktu di kelas juga perlu ditelaah kembali ketika berada di rumah. Lalu, peranan keluarga untuk anak-anak masa kini adalah untuk selalu mendukung, mengingatkan serta membimbing mereka untuk tetap belajar di rumah.
Minimal aturlah 2 jam sebagai waktu yang diprioritaskan untuk belajar. Tentunya dengan dampingan ayah, ibu atau kakak akan membuat anak merasa lebih semangat. Jadi, jangan lupa ya bun, yah, untuk selalu peduli dengan jadwal belajar anak di rumah.
Ingatlah, bagaimanapun setiap
anak tetaplah anak. Mereka manusia, bukan robot. Jangan tuntut mereka dengan
keras agar terus belajar, mengejar nilai, mendapat peringkat terbaik di
sekolahnya. Belajar memang wajib, namun jangan lupa bahwa anak-anak berada di
fase ingin bebas bermain, berbagi dengan teman sepantarannya bahkan bertukar
pikiran dengan orang tua atau keluarganya.
Belajar memang perlu, tapi
anak-anak juga butuh untuk bermain. Maka sebagai keluarga yang perhatian sudah
sepantasnya memberikan waktu bermain untuk anak. Meski begitu, perhatikanlah dengan apa dan
siapa mereka bermain atau bersosialisasi. Dengan begitu, peranan keluarga
adalah tetap memberikan kebebasan setiap anak untuk bermain. Harapannya,
anak-anak akan lebih fresh dan semangat saat tiba waktunya belajar.
Sudah tak aneh lagi, bila anak
saat ini sudah begitu lihai memainkan gawai atau gadgetnya. Namun, rasa
nyaman hingga merasa asyik dengan perangkatnya, membuat anak era kekinian
justru memiliki sifat ketergantungan terhadap benda segi empat tersebut.
Sebagai keluarga yang bijak, seyogianya bersifat tegas perihal gawai yang
anak-anak gunakan. Bila waktunya belajar, maka ambil dan simpanlah gawai
mereka.
Membiasakan hal ini tentu tidak
mudah bagi anak-anak yang memang terlampau ketergantungan dengan gadget. Namun,
mau tidak mau, strategi ini adalah cara yang baik untuk menjaga waktu belajar
anak agar lebih efektif dan efisien. Sebab hal yang dikhawatirkan jika gawai
terus berada disamping anak, bukannya asyik belajar, justru mereka malah larut
bermain gawai.
Setiap anak tentu memiliki cerita
yang berbeda-beda dalam kesehariannya. Termasuk cerita di sekolah saat belajar
dan bergaul dengan teman-temannya. Di antara strategi yang bisa dilakukan oleh
keluarga dalam kemajuan pendidikan anak adalah mendorong anak untuk selalu
terus terang, jujur dan terbuka soal kesehariannya selama di sekolah. Entah
saat belajar ataupun saat bergaul dengan kawannya.
Mengapa ini perlu dilakukan? Hal
ini diberlakukan sebagai nilai serta koreksi keluarga bilamana menemukan hal
yang kurang berkenan bagi anak. Misal, anak bercerita bahwa ia selalu gugup
saat di minta guru untuk maju mengisi jawaban yang ada di papan tulis. Maka keluarga,
terutama orang tua akan mengerti bahwa yang perlu diperbaiki adalah mental anak
agar bisa menjadi seorang yang pemberani.
Wahai keluarga yang budiman.
Pahamilah bahwa anak akan meniru segala hal yang ia lihat pertama kali. Ia akan
menilai apapun yang dilakukan keluarganya. Sebab itu,
sepantasnya sebagai keluarga untuk memberikan contoh yang baik terhadap anak.
Memberikan teladan yang pantas bagi saudara kandungnya.
Jangan lakukan kekerasan! Baik
fisik atau mental kepada anak, jika kita ingin mereka menjadi orang yang
sukses. Orang yang berprilaku terpuji. Tunjukkanlah sikap yang ramah, peduli
dan penuh cinta terhadap keluarga. Tanyakan apakah pendidikan berjalan
baik-baik saja? Atau justu ada masalah. Bila ada carilah solusi bersama-sama.
Agar anak merasa bahwa pendidikan itu adalah suatu hal yang fundamental. Hal
yang esensial. Dan akan sangat bermanfaat untuk masa depannya.
Siapa sih yang tidak senang untuk dipuji, dihargai dan diberikan hadiah
bila ia berhasil? Orang dewasa saja senang. Apalagi anak-anak. Di antara
pelibatan keluarga dalam penyelenggaraan pendidikan maka berikanlah anak-anak
pujian dalam prestasinya. Untuk Anak, Jangan Pelit Memuji! Hal ini dapat kita lihat melalui laman sahabatkeluarga.kemdikbud.go.id bahwa memuji anak merupakan salah satu hal penting yang harus dilakukan keluarga.
Berikanlah pujian dan apresiasi atas keberhasilannya. Bisa karena prestasinya di sekolah, prestasinya di tempat les bahkan kinerja yang telah dilakukan sang anak. Contoh, anak menunjukkan hasil gambarnya yang bagus. Jangan ragu untuk memberinya pujian. "Sayang, indah sekali gambarmu ini." Bila perlu peluklah sebagai tanda bahwa Anda bangga dan sangat menyayanginya.
Berikanlah pujian dan apresiasi atas keberhasilannya. Bisa karena prestasinya di sekolah, prestasinya di tempat les bahkan kinerja yang telah dilakukan sang anak. Contoh, anak menunjukkan hasil gambarnya yang bagus. Jangan ragu untuk memberinya pujian. "Sayang, indah sekali gambarmu ini." Bila perlu peluklah sebagai tanda bahwa Anda bangga dan sangat menyayanginya.
Pujian dan apresiasi sebagai bentuk penghargaan paling mendasar untuk anak. Jika perlu, sesekali pergilah berlibur atau berikan hadiah yang ia inginkan. Tentu anak akan merasa lebih semangat, lebih giat dalam belajar, dan merasa mendapat dukungan dari orang tua atau keluarganya. Oleh sebab itu, jangan pernah merasa berat untuk memuji prestasi atau keberhasilannya.
Melalui 7 hal di atas, kita akan paham bahwa pelibatan keluarga sangatlah penting.
Dengan adanya dorongan dari keluarga, seorang anak akan paham bahwa pendidikan
itu penting dan berharga. Lebih dari itu, ia juga merasa bahwa keberhasilannya
atas dukungan dan keterlibatan dari keluarga. Sebab memang hakikatnya,
pelibatan keluarga pada penyelenggaraan pendidikan di era kekinian sebagai
komponen fundamental yang harus dilakukan.
Untuk merangkum tulisan ini, saya juga telah membuat video sebagai kesimpulannya. Selamat menonton. Semoga bermanfaat untuk seluruh sahabat keluarga.
Untuk merangkum tulisan ini, saya juga telah membuat video sebagai kesimpulannya. Selamat menonton. Semoga bermanfaat untuk seluruh sahabat keluarga.
#sahabatkeluarga
Sumber:
- Infografis Penetrasi 7 Perilaku Pengguna Internet Indonesia Survei 2017 [https://apjii.or.id/survei2017/download/mMAeiKrs2jh6wOVNWHz9I0UPft3C7J]
- sahabatkeluarga.kemdikbud.go.id [https://sahabatkeluarga.kemdikbud.go.id/laman/index.php?r=tpost/xview&id=4921]
0 comments