Dear
sahabat Famotiva yang mudah-mudahan dirahmati oleh Allah Ta’ala. Ada begitu
banyak kisah teladan dari para sahabat Nabi. Begitu sarat hikmah dan sangat
menggugah jiwa. Kali ini akan bersama-sama mengambil hikmah dan keteladanan
dari seorang sahabat Rasulullah shalallahu
alaihi wasallam, yaitu Sya’ban Ra.
Pada
masa itu, Sya’ban adalah seorang yang sangat rajin shalat subuh secara
berjamaah. Namun suatu hari, saat Rasulullah hendak melaksanakan shalat, Syaban
Ra. Tak kunjung terlihat di masjid. Jelas membingungkan, tak biasa-biasanya.
Tapi karena khawatir waktu subuh akan habis, Rasulullah pun bersegera shalat.
Hingga shalat telah selesai, sosok sahabat yang dinantikan pun tak kunjung ada.
Hingga Rasulullah bertanya kepada para sahabat dan jamaah subuh, “Apakah ada
yang melihat Sya’ban?”. Semua menggeleng. Tanda tak ada yang melihat satupun.
Kemudian,
Rasullah bertanya lagi tentang apakah ada yang tahu rumah Sya’ban? Dan
seseorang tahu. Setelahnya Baginda Rasul bergegas mengunjungi tempat tinggal
Sya’ban. Tanpa
disangka dan tanpa diduga. Perjalanan ternyata lumayan jauh. Kurang lebih 3 jam
dengan berjalan. Dan seketika sampai, istrinya pun mengabarkan bahwa Sya’ban
telah tiada. Ia meninggal di waktu subuh itu. Sang istripun juga menceritkan
perihal saat sakaratul maut menjemput sahabat Rasulullah, Sya’ban mengatakan 3
kalimat, “Kenapa tidak lebih jauh? Kenapa tidak yang baru? Kenapa tidak semua?”
Rasulullah
pun melantunkan ayat suci Al-qur’an, artinya: “Sesungguhnya kamu berada dalam keadaan lalai dari (hal)
ini, maka kami singkapkan dari padamu hijab (yang menutupi) matamu, maka
penglihatanmu pada hari itu amat tajam.” (Qs. Qaaf [50]:22)
Dari
sana terungkaplah, ketika maut tiba, Sya’ban diperlihatkan amalan-amalan semasa
hidupnya oleh Allah. Dirinya menyesal mengapa jarak rumahnya ke masjid tidak
lebih jauh, sebab darisana ada pahala yang besar. Sya’ban juga menyesal mengapa
memberikan pakaian bekas, tidak yang baru pada orang yang memerlukan. Dan
terakhir, Ia menyesal memberi sedikit roti, bukan semuanya diberikan pada
orang-orang yang lapar.
YaAllah,
Bahkan
sosok sahabat Rasulullah yang begitu sholeh yang banyak berbuat baik saja
menyesal. Menyesal karena tidak lebih maksimal dalam beramal.
Lantas
apa kabar kita? Yang maksiat masih saja ringan untuk dikerjakan? Tapi ketaatan dalam
beramal sholeh justru terasa berat untuk dilaksanakan?
Astagfirullah.
Yuk
mumpung masih ada kesempatan, kita optimalkan segala kebaikan yang bisa kita
kerjakan. Alangkah baiknya ajak keluarga, saudara dan teman-teman kita untuk
bersama berlomba berbuat kebajikan.
0 comments