Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, apa kabar pembaca-pembaca
yang budiman? Semoga dalam keadaan yang baik, baik jasmani dan rohaninya. Sehat
hati dan fikirannya. Lapang dada dan jiwanya. Aamiiin. Well, pada pembahasan kali ini tema yang akan dibahas
adalah “Memantaskan Diri Untuk Yang Pasti.”
Buat para jomblo (ups)
tentu sensitive dengan hal-hal yang beraroma memantaskan diri. Mayoritas
diantara kita tentu mengira bahwa yang dibahas tentu adalah jodoh. Iya jodoh?
duhh.
Hati-hati ya sholeh dan sholehah, jangan sampai kita terlalu sibuk memikirkan jodoh dengan rupa manusia. Padahal yang pasti menghampiri adalah jodoh yang tak berwujud namun terasa. (read: Al-maut/kematian).
Hati-hati ya sholeh dan sholehah, jangan sampai kita terlalu sibuk memikirkan jodoh dengan rupa manusia. Padahal yang pasti menghampiri adalah jodoh yang tak berwujud namun terasa. (read: Al-maut/kematian).
Hidup ini begitu singkat jika hanya untuk merasa haus
dengan urusan dunia yang sifatnya sementara. Sebaliknya, untuk urusan akhirat
yang abadi, mengapa kita belum begitu semangat mengejarnya? Maka sifat zuhudlah
yang harus kita pupuk sejak dini. Sebagaimana Imam Hasan Al Bashri yang
memberitahukan tentang resep rahasia zuhudnya. Beliau berkata, “Aku tahu rezekiku tidak akan bisa diambil
orang lain. Karena itu, hatikupun jadi tenteram. Aku tahu amalku tidak akan
bisa dilakukan oleh selainku. Karena itu, aku pun sibuk beramal. Aku tahu Allah
SWT selalu mengawasiku. Karena itu, aku malu jika Dia melihatku di atas
kemaksiatan. Aku pun tahu kematian menungguku. Karena itu, aku mempersiapkan bekal
untuk berjumpa dengan-Nya.”
Masya Allah, lalu bagaimana dengan diri kita? Apa yang
telah kita persiapkan sampai-sampai kita begitu semangat mengejar dunia, harta,
tahta dan selainnya hingga rela mengesampingkan perihal urusan akhirat yang
jelas adanya?
Ibnu Umar meriwayatkan, bahwa Rasulullah SAW suatu ketika
beliau ditanya, “Siapakah mukmin yang paling cerdas? Beliau menjawab:
“Mereka yang paling banyak mengingat maut dan
paling baik persiapannya untuk menghadapi maut itu sebelum turun kepada mereka.
Mereka itulah yang termasuk mukmin yang paling cerdas.” (HR ibn Majah
Al-Hakim Al-Baihaqi Abu Nu’aim dan Ath-Thabrani)
Dalam hadist disebutkan, “Perbanyaklah mengingat sesuatu yang melenyapkan semua kelezatan, yaitu
kematian.” (HR. Tirmidzi)
Bukannya tidak boleh mengejar mimpi, cita-cita dan
kesuksesan selama hidup di dunia. Semua itu tentu boleh, namun yang perlu
diperhatikan adalah kita harus menyeimbangkan keduanya, dunia dan akhirat. Jangan
sampai kita terlampau terlena hingga mengabaikan perintahNya. Seperti saat tiba
waktu sholat, maka alangkah baiknya untuk menyegerakan sholat kendati saat itu
sedang sibuk bekerja, atau sedang dalam perjalanan.
Bukankah kita bisa untuk menunda pekerjaan, lalu sholat. Atau bukankah kita sanggup untuk berhenti sebentar di suatu masjid/musholla untuk menunaikan kewajiban kita, shalat. Sebab orang yang sadar bahwa kematian tak akan dapat di perlambat ataupun di percepat tentu dia akan memaksimalkan segala bentuk kewajibannya kepada Sang Pencipta.
Bukankah kita bisa untuk menunda pekerjaan, lalu sholat. Atau bukankah kita sanggup untuk berhenti sebentar di suatu masjid/musholla untuk menunaikan kewajiban kita, shalat. Sebab orang yang sadar bahwa kematian tak akan dapat di perlambat ataupun di percepat tentu dia akan memaksimalkan segala bentuk kewajibannya kepada Sang Pencipta.
Jodoh sama halnya dengan kematian. Kita tidak tahu mana
yang lebih dahulu tiba menyapa. Apakah dia atau malaikat maut yang menjalankan
tugasnya? Kita juga tidak tahu dimana kita akan dipinang? Kita juga tidak tahu
apa yang sedang kita lakukan saat itu. Maka tetaplah berbuat baik dalam keadaan
apapun, dimanapun dan kepada siapapun.
Cukuplah kematian sebagai pengingat kita untuk dunia yang
fana. Cukuplah dengan kematian kita takut dalam berbuat dosa. Cukuplah dengan
kematian kita tak lagi ingin berkata dusta bahkan sampai membuat luka pada sesama
apalagi orangtua. Cukuplah dengan kematian sebagai pemutus rasa haus terhadap
nafsu mengejar harta dan tahta yang bahkan kelak tak kita bawa di alam sana.
Berhentilah membicarakan dia yang kau damba, kini mulailah
renungkan amal apa yang sekiranya pantas kau bawa untuk menghadapi hari
sakaratul maut yang begitu cepat merenggut nyawa. Mari kita sama-sama
bermuhasabah, sudahkah kita siap untuk menghadapi “dia” yang pasti datang
menghampiri. Semoga Allah SWT menjadikan kita semua sebagai hamba-hambaNya yang
senantiasa mendekatkan diri padaNya. Aamiin.
Wallahu’alam.
0 comments